lintasbantulnews.com – Bantul- Kewajiban umat Islam selama bulan Ramadhan adalah menjalani puasa sebulan penuh. Meski beberapa golongan diperbolehkan tidak berpuasa, mereka tetap wajib membayar fidyah. Pertanyaannya, siapa yang berhak menerima fidyah?
Dalam buku ‘Kupas Tuntas Fidyah’ karya Sutomo Abu Nashr, fidyah dalam bahasa memiliki arti memberikan harta sebagai tebusan. Namun, dalam konteks syariat, al-Fidyah menjadi sinonim dengan al-Fida’, yang merupakan tebusan untuk membebaskan seseorang mualaf dari hukum tertentu. Konsep fidyah bukan hanya terkait puasa, melainkan juga muncul dalam peperangan dan haji.
Fidyah puasa berkaitan erat dengan kewajiban membayar untuk seseorang yang tidak mampu menjalani puasa. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran (QS. Al-Baqarah : 184). Mereka yang sakit atau dalam perjalanan diwajibkan mengganti puasanya dengan membayar fidyah, memberi makan orang miskin.
Menurut laman resmi NU, fidyah harus diberikan kepada fakir atau miskin, tidak boleh untuk golongan mustahiq zakat lainnya, terutama orang kaya. Al-Quran secara spesifik menyebut miskin dalam konteks fidyah (QS al-Baqarah ayat 184).
Setiap satu mud untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan merupakan ibadah terpisah. Meskipun boleh mengalokasikan beberapa mud untuk beberapa puasa kepada satu orang fakir atau miskin, namun satu mud untuk satu hari tidak boleh dibagi dua atau lebih.
Syekh Khothib al-Syarbini menjelaskan bahwa masing-masing hari puasa adalah ibadah yang mandiri, sehingga boleh mengalokasikan beberapa mud dari fidyah kepada satu orang. Namun, untuk satu hari puasa, tidak boleh diberikan kepada dua orang atau lebih.
Orang yang berhak meninggalkan puasa dan membayar fidyah meliputi lansia, orang sakit, wanita hamil dan/atau menyusui, orang yang meninggal dunia, dan orang yang menunda qadha Ramadhan. Dengan memahami hal ini, umat Islam dapat melaksanakan kewajiban fidyah dengan penuh keyakinan dan kebenaran sesuai ajaran agama.
(Kang Nana lbn)